Skip to main content

Pemerintah Indonesia baru saja mengumumkan kebijakan baru yang menjadi langkah besar dalam memperkuat tata kelola sektor keuangan nasional.

Melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2025 tentang Pelaporan Keuangan (PP 43/2025), pemerintah memperkenalkan sistem pelaporan satu pintu yang disebut Platform Bersama Pelaporan Keuangan (“PBPK”).

Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (“UU P2SK”).

Melalui PBPK, seluruh pelaku usaha di sektor keuangan kini diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangannya melalui satu sistem nasional yang terintegrasi.
Tujuannya jelas menciptakan pelaporan yang lebih efisien, transparan, dan mudah diakses oleh otoritas yang berwenang.

Ruang Lingkup dan Pihak yang Wajib Melapor Kewajiban pelaporan melalui PBPK tidak hanya berlaku bagi bank, perusahaan asuransi, dan emiten pasar modal, tetapi juga bagi berbagai lembaga keuangan lainnya. Termasuk di dalamnya perusahaan pembiayaan, penyelenggara fintech lending, lembaga penjaminan, hingga badan usaha yang diwajibkan membuat pembukuan berdasarkan ketentuan perpajakan.

Seluruh laporan keuangan akan dikumpulkan dan dikelola secara terpusat melalui PBPK.
Dengan langkah ini, pemerintah berharap dapat mengurangi tumpang tindih pelaporan dan meningkatkan keakuratan data keuangan nasional.

Standar dan Prosedur Pelaporan Laporan keuangan wajib disusun sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Komite Standar Pelaporan Keuangan, lembaga independen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Setiap laporan harus disusun oleh pihak yang berkompeten dan memiliki integritas, dilengkapi dengan surat pernyataan tanggung jawab dari pimpinan atau pemilik usaha, lalu disampaikan secara digital melalui PBPK.

Untuk emiten dan perusahaan publik, kewajiban pelaporan melalui PBPK akan berlaku paling lambat pada tahun 2027.Sementara itu, jadwal bagi sektor lainnya akan diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.

Manfaat Bagi Dunia Usaha dan Pemerintah

PBPK tidak hanya menjadi alat pelaporan, tetapi juga berfungsi sebagai pusat data keuangan nasional. Sistem ini akan membantu pemerintah dan otoritas terkait dalam mengambil keputusan pembiayaan, investasi, hingga penyusunan kebijakan ekonomi.

Selain itu, PBPK juga diharapkan dapat memperkuat transparansi dan akuntabilitas sektor keuangan nasional, serta memberikan kemudahan bagi pelaku usaha dalam memenuhi kewajiban pelaporannya.

Sanksi dan Kepatuhan Entitas yang tidak memenuhi kewajiban pelaporan dapat dikenakan sanksi administratif, mulai dari teguran tertulis, denda, hingga pembekuan akses sistem. Selain itu, pejabat atau pegawai yang melanggar kerahasiaan data laporan keuangan juga dapat dijatuhi sanksi sesuai dengan ketentuan PP 43/2025.

Perspektif Hukum dari sisi hukum, aturan ini menandai perubahan besar dalam sistem pelaporan keuangan nasional.

Beberapa aspek yang perlu diperhatikan oleh pelaku usaha antara lain:

  1. Koordinasi antar-otoritas: kewajiban pelaporan kepada OJK dan Bank Indonesia tetap berlaku, sehingga koordinasi antar-lembaga menjadi penting.
  2. Perlindungan data: dengan terbukanya akses ke laporan keuangan, keamanan dan kerahasiaan data harus dijaga sesuai UU Pelindungan Data Pribadi.
  3. Tanggung jawab direksi: adanya surat pernyataan tanggung jawab menimbulkan potensi konsekuensi hukum bagi pimpinan perusahaan jika laporan yang disampaikan tidak akurat.

Penutup

Kehadiran PP 43/2025 merupakan langkah penting menuju sistem pelaporan keuangan yang lebih modern dan terintegrasi.  Melalui PBPK, pemerintah berupaya membangun ekosistem pelaporan yang lebih transparan, efisien, dan terpercaya.

Bagi pelaku usaha, ini saat yang tepat untuk menyiapkan infrastruktur internal agar selaras dengan sistem pelaporan nasional yang baru.

usermsakemang

Author usermsakemang

More posts by usermsakemang